Rabu, 23 April 2014

Rangkuman Hasil Penelitian dan Makalah Ilmiah mengenai Analisis Rasio Tingkat Kesehatan Bank di Indonesia

Rangkuman Hasil Penelitian dan Makalah Ilmiah mengenai
Analisis Rasio Tingkat Kesehatan Bank
di Indonesia




Oleh :
Dini Labibah  (22212196)

Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Kelas SMAK06-03
UNIVERSITAS GUNADARMA


A.    PENDAHULUAN
Sektor perbankan dalam sistem keuangan memegang peranan penting sebagai lembaga intermediasi. Perbankan memediasi antara masyarakat yang memiliki kelebihan dana dengan masyarakat yang memerlukan dana. Menurut Meliyanti: 2009 dan Francisca dan Hasan: 2008 dalam jurnal ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RGEC PADA PERUSAHAAN PERBANKAN BESAR DAN KECIL (2013); bank dengan kinerja keuangan yang sehat sangat diperlukan, sehingga fungsi intermediasi dapat berjalan lancar.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan opersional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kegiatan tersebut antara lain:
a.       Kemampuan menghimpun dana
b.      Kemampuan mengelola dana
c.       Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
d.      Kemampuan memenuhi kewajibannya kepada pihak lain
e.       Pemenuhan peraturan yang berlaku

Kondisi dunia perbankan menghadapi suatu tantangan keadaan perekonomian yang berubah-ubah. Berdasarkan Laporan Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia Bulan September 2008, gejolak perekonomian eksternal merupakan sumber instabilitas yang paling utama selama tahun 2008 yang bermula dari kegagalan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat. Bukan hanya perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang mengalami pailit, sektor perbankan nasional pun mengalami imbas dari krisis. Pada Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2008, imbasnya terasa melalui penarikan dana asing (capital outflows). Kondisi likuiditas perbankan domestik menjadi ketat, dan pemerintah terpaksa memberikan bantuan dana pada bank-bank yang membuuhkan. Pada krisis tersebut terlihat bahwa perusahaan perbankan yang memiliki perkembangan bagus dan total asetnya pun besar adalah bank yang paling terkena dampak dari krisis ini. Berdasarkan hal tersebut bank besar dan bank kecil mempunyai peluang untuk memiliki tingkat kesehatan yang berkebalikan.
Tingkat kesehatan bank merupakan aspek penting yang harus diketahui oleh stakeholders. penilaian kesehatan bank akan berguna dalam menerapkan GCG dan untuk menghadapi risiko di masa yang akan datang, serta pengambilan keputusan investasi. Semakin tinggi tingkat kesehatan bank maka akan berpengaruh pada harga saham bank tersebut dalam pasar saham. Kesehatan bank merupakan salah satu hal yang diatur oleh Bank Indonesia. Penilaian kesehatan bank adalah muara akhir atau hasil dari aspek pengaturan dan pengawasan perbankan yang menunjukkan kinerja perbankan nasional.
Prinsip-prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank umum yang menjadi landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank adalah:
1.      Berorientasi Risiko
Penilaian tingkat kesehatan bank didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi factor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan dating.
2.      Proporsionalitas
Penggunaan parameter/indicator dalam tiap factor penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
3.      Materialitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi factor penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, GCG, Rentabilitas dan Permodalan serta signifikansi parameter/indicator penilaian pada masing-masing factor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat factor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai Risiko dan Kinerja Keuangan Bank.
4.      Komrehensif dan Terstruktur
Proses Penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan antar factor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta perusahaan anak yang wajib dikonsolidasi.
           
Penilaian kesehatan bank ini secara umum telah mengalami perubahan sejak pertama kali diberlakukan pada tahun 1999 yaitu CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity) kemudian diubah menjadi CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning Power, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk) dan kini Bank Indonesia (BI) menetapkan RGEC (Risk, Good Corporate Governance, Earning, dan Capital). Melalui RGEC, BI menginginkan bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan Good Corporate Governance (GCG) dan manajemen risiko yang lebih baik sehingga bank lebih tahan dalam menghadapi krisis.

B.     PEMBAHASAN
Penilaian tingkat kesehatan ini telah banyak menyedot minat orang-orang untuk melakukan penelitian agar menemukan pengaruh nya terhadap faktor-faktor lain. Dan saya telah merangkum 5 (lima) jurnal ilmiah yang berhubungan dengan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, yang berasal dari beberapa publikasi jurnal Ekonomi berbagai Universitas di Indonesia antara tahun 2012-2013.
Ke-lima jurnal ini hanya membahas beberapa dari rasio RGEC, seperti ROA (Return On Assets), CAR (Capital Adequancy Ratio), NPL (Non Performing Loan), LDR (Loan Deposit Ratio), dan BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional).
Salah seorang peneliti bernama Andrayani Isna K dan Kunti Sunaryo dari Fakultas Ekonomi Veteran Yogyakarta pada tahun 2012, tertarik untuk meneliti tentang rasio ROA dan BOPO terhadap Tingkat Bagi Hasil Deposito Mudharabah pada Bank Syariah. Hal ini cukup menarik sebab BI baru saja memperbaharui penilaian Tingkat Kesehatan Bank ini pada tanggal 25 Oktober 2011. Dan hasil dari penelitian ini yaitu: hanya rasio ROA yang mempengaruhi secara parsial terhadap Tingkat Bagi Hasil Deposit Mudharabah pada 3 Bank Syariah di Indonesia, sedangkan yang lainnya hanya mempengaruhi secara simultan atau bersama-sama.
Jurnal berikutnya membahas tentang pegaruh rasio terhadap total asset dan laba usaha yang dihasilkan, dan terbukti bahwa peningkatan rasio ROA dari tahun 2007 ke 2008 diiringi dengan kenaikan total asset dan laba usaha tahun tersebut. Pada jurnal lainnya, besarnya penyaluran kredit pada beberapa bank menjadi objek penelitian untuk mengetahui kaitan nya dengan beberapa rasio RGEC. Dan hasilnya hanya rasio ROA yang berpengaruh secara signifikan, sedangkan rasio lainnya tidak berpengaruh. Namun keseluruhan dari beberapa rasio ini menjelaskan pengaruh terhadap penyaluran kredit sebesar 96,9%.
Tahun 2013, Nuresya Meliyanti meneliti tentang rasio NPL, LDR, BOPO dan ROA pada BANK PRIVAT dan PUBLIK. Hasilnya adalah rasio-rasio ini dapat memprediksi pengelompokan bank berdasarkan kemampuan modalnya yang mengacu pada kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia. Rasio BOPO lah yang paling dominan.
Meskipun dalam penelitian-penelitian ini data yang digunakan mudah didapat sebagai data sekunder, namun bukan berarti penelitian ini tanpa masalah. Beberapa rasio RGEC menggunakan indicator Peringkat Profil Resiko (Risk Profile), dan hanya sebagian bank-bank di Indonesia yang mempublikasikan indicator ini. Hal ini lah yang menjadi hambatan bagi I Dewa Ayu Diah Esti Putri dan I Gusti Ayu Eka Damayanthi, yang menyebabkan sampel yang digunakan berkurang 32 bank menjadi 1 bank saja. Dari penelitian mereka juga diperoleh bukti bahwa secara garis besar tidak adanya perbedaan antara penilaian tingkat kesehatan bank besar, dan tingkat kesehatan bank kecil.

C.    KESIMPULAN
Dari ke-lima jurnal tersebut, 3 diantaranya menggunakan analisis Regresi Liner, baik Sederhana maupun Berganda. Sebab kebanyakan penelitian pada tema ini menggunakan satu variable dependet, dan banyak variable independent. Dan variable yang digunakan sebagian besar adalah rasio dari E (Earning), seperti: ROA (Return On Assets), CAR (Capital Adequancy Ratio), NPL (Non Performing Loan), LDR (Loan Deposit Ratio), dan BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional), dll. Serta data yang digunakan adalah data sekunder, yang berupa laporan keungan publikasi bank terkait yang biasanya terdapat di www.bi.go.id
Dan dari hasil penelitian ke-lima jurnal tersebut, rasio ROA yang paling berpengaruh signifikan terhadap variable lainnya seperti bagi hasil deposito, laba usaha/profit, keputusan penyaluran kredit, dll. Sedangkan rasio lainnya hanya berpengaruh secara umum (sedikit pengaruh) namun tidak ada yang berpengaruh secara signifikan.
Namun, walaupun hanya rasio ROA yang berpengaruh secara signifikan, tetapi dalam penilaian tingkat kesehatan bank tetap harus di hitung rasio lainnya. Sebab rasio lainnya akan mempengaruhi secara garis besar dan hasilnya akan berbeda dengan hitungan rasio ROA saja. Selain itu, penilaian ini juga harus disertai dengan penilaian dari rasio R, G dan C sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011.
Dengan merangkum jurnal-jurnal berdasarkan tema Penilaian Tingkat Kesehatan Bank seperti ini, dapat menambah pengetahuan saya akan banyak hal. Contohnya, saya mengetahui bahwa rasio yang banyak dipilih oleh peneliti adalah rasio Earning karna data yang digunakan untuk menghitung dapat diperoleh dari laporan keuangan. Sedangkan rasio-rasio lain (R,G,C) terkadang datanya sulit untuk ditentukan.
Informasi lain yang saya dapatkan, yaitu rasio ROA berpengaruh terhadap banyak aspek, antara lain:
·         Tingkat bagi hasil deposito mudharabah di Bank Syariah
·         Peningkatan ROA berpengaruh terhadap peningkatan laba usaha
·         Keputusan penyaluran kredit
Selain itu, ternyata dengan menghitung ROA, dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara tingkat kesehatan bank besar dengan tingkat kesehatan bank kecil, begitu pula halnya dengan kinerja bank focus dan bank terbatas, tidak ada perbedaan.

D.    SUMBER REFERENSI
Ø  Francisca dan Hasan Sakti Siregar. 2008. Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit Pada Bank yang Go Publik Di Indonesia. Dalam Jurnal Akuntansi 6 Fakultas Ekonomi USU.
Ø  Meliyanti, Nuresya. 2009. Analisis Kinerja Keuangan Bank: Pendekatan Rasio
NPL, LDR, BOPO dan ROA pada Bank Privat dan Publik.
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_20205894.pdf. Diunduh pada 23 April 2014.
Ø  Surat Edaran Bank Indonesia No 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 dan lampiran I

Kamis, 10 April 2014

Penilaian EARNING POWER

Penilaian EARNING POWER

Earning Power (E) merupakan salah satu komponen pada system penilaian kesehatan bank berdasarkan tatacara CAMELS tahun 2004 maupun RGEC tahun 2011.
Berikut adalah beberapa komponen penilaian earning power:
(Data diambil dari Laporan Keuangan Triwulan- Neraca dan Laba/Rugi, PT BANK XXX per Desember 2012) – #Dalam Jutaan Rupiah#
1.       Return On Asset (ROA)
ROA       = Laba sebelum pajak/Rata-rata total asset
                                                               = 450.043/26.619.626
   = 0,0169
2.       Return On Equity (ROE)
ROE        =  Laba Setelah Pajak/Rata-rata Modal Inti
                                                                = 339.284/3.500.000
    = 0,0969
3.       Net Interest Margin (NIM)
NIM       =  Pendapatan Bunga Bersih/Rata-rata Aktiva Produktif
                                                               = 1.207.588/5.644.999,75
   = 0,2139

4.       BOPO (Biaya Operasional disbanding dengan Pendapatan Operasional)
BOPO=  Total Beban Operasional/Total Pendapatan Operasional
                                                           = 1.001.921/233.780
                                                           = 4,285

5.       Perkembangan Laba Operasional
Perkembangan Laba Operasional = Pendapatan Operasional – Biaya Operasional
                                                    = 233.780 – 1.001.921
                                                    = - 768.141
6.       Fee Based Income Ratio
Fee Based Income Ratio = Pendapatan Operasional di luar Pendapatan Bunga/Pendapatan Operasional
                                                                = 233.780/1.001.921
                                                                = 0,233

Sumber:


METODE PERHITUNGAN BIAYA DANA BANK

METODE  PERHITUNGAN BIAYA DANA BANK

Biaya dana adalah biaya yang harus dibayar oleh suatu lembaga keuangan atau bank atas penggunaan uang yang sumbernya dari pihak lain (nasabah dan/ atau bank) Biaya dana dalam suatu bank merupakan dasar penetapan suku bunga kredit  setelah memperhitungkan keuntungan yag diharapkan termasuk biaya admisnistrasi dan biaya lain-lain (cost of fund).
Berikut empat metode yang dapat digunakan dalam menghitung biaya dana bank :
(Data diambil dari Laporan Keuangan Triwulan- Neraca dan Laba/Rugi, PT BANK XXX per Desember 2012) – #Dalam Jutaan Rupiah#
1.       Cost of Mixed Fund (CoF)
·         Biaya Bunga (Beban Bunga)                                         924.669
·         Dana Pihak Ketiga:
-          Giro                                               12.659.443
-          Tabungan                                         3.869.655
-          Simpanan Berjangka                         3.595.691    +
             20.124.789
                CoF        = 

                                = 
                                = 4,595 %
2.       Cost of Money (CoM)
·         Biaya Bunga                                                                        924.669
·         Biaya Operasional lainnya                                                 1.001.921
·         Dana Pihak Ketiga:
-          Giro                                               12.659.443
-          Tabungan                                         3.869.655
-          Simpanan Berjangka                         3.595.691    +
             20.124.789
                CoM      = 
                                = 
                                = 9,573 %


3.       Cost of Loanable Fund (CoL)
·         Biaya Bunga                                                                        924.669
·         Biaya Operasional lainnya                                                 1.001.921
·         Dana Pihak Ketiga:
-          Giro                                               12.659.443
-          Tabungan                                         3.869.655
-          Simpanan Berjangka                         3.595.691    +
             20.124.789
·         Unloanable Fund:
-          Asset tetap dan Inventaris                   96.129
-          Asset Non Produktif                                140
-          Cadngn. Penurunan nilai asset           670.160
-          Cadangan (umum + tujuan)               467.307     +
1.233.736
                CoL         =  
                                = 
                                = 10,19 %
4.       Cost of Operable Fund (CoP)
·         Biaya Bunga                                                                    924.669
·         Biaya Operasional lainnya                                             1.001.921
·         Aktiva Produktif:
-          Kredit                                            13.469.937
-          Penyertaan                                            11.537
-          Surat Berharga                                 1.490.499    +
            14.971.973
                CoP        = 
                                = 
                                = 12,867 %

Sumber:

TINGKAT KESEHATAN BANK

TINGKAT KESEHATAN BANK
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanankan oleh BI pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Sejak tahun 2004 penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia didasarkan pada factor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan  risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan.

            Berdasarkan Surat Edaran Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5184), Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029) dan PBI No. 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4602), antara lain diatur bahwa Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital) untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank.

            Sehingga sejak tahun 2011, CAMEL diganti oleh RGEC (Risk Profile, Corporate Government, Earning, Capital).


Berikut akan dibahas sedikit tentang CAMEL:
1. Capital
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
2. Assets Quality
Aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam  bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
3. Management
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

4. Earning
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
5. Liquidity
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.

Pada RGEC terdapat Peringkat Tingkat Kesehatan Bank dengan skala PK 1- PK 5. PK 1 menunjukan Bank yang sangat sehat, dan sebaliknya PK 5 menunjukan Bank yang tidak sehat. Berikut penjelasan nya:


PRINSIP-PRINSIP UMUM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM
Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank.
1. Berorientasi Risiko

Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, Bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan Bank serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien.
2. Proporsionalitas

Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Parameter/indikator penilaian Tingkat Kesehatan Bank dalam Surat Edaran ini merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik.
3. Materialitas dan Signifikansi

Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai Risiko dan kinerja keuangan Bank.
4. Komprehensif dan Terstruktur

Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh Bank.


Sumber:


Surat Edaran Bank Indonesia No 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 dan lampiran I

BANK SYARIAH DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

BANK SYARIAH DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA


Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan.


Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi.
Kitab Al-Qur’an melarang riba, antara lain:
a. Al-baqarah : 278-279
“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”

b. Ali- Imran : 130
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”

Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.

Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah

KEUNIKAN PERBANKAN SYARIAH

Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan pengawasan bagi Bank syariah

Perbedaan mendasar tersebut terutama:
a. Perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank.

b.  Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema PLS dengan instrumen nisbah bagi hasil.

Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat terdiri dari:

1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding)
2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)
3. Pelayanan Jasa (Service)

Dalam bank syariah produk-produk penghimpunan dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:

a. Wadiah yaitu akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan.

b. Mudharabah yaitu akad usaha dimana salah satu pihak memberikan modal (Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya memberikan keahlian (Mudharib) dengan nisbah yang disepakati dan apabila terjadi kerugian , maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut.

Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Mudharabah mutlaqah (investasinya tidak terikat).

b) Mudharabah muqayyadah: investasinya terikat (tertentu).


Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding) terdiri dari:

1. Giro adalah: simpanan yang dapat diambil sewaktu-waktu atau berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek atau kartu ATM sebagai media/alat penarikan; Dapat dibuka oleh perorangan atau perusahaan; Cek dapat berbentuk tunai atau melalui rekening (account payable).

Sesuai dengan penjelasan tentang 2 akad diatas, maka giro menggunakan akad Wadiah.

2. Simpanan/tabungan: simpanan yang dapat diambil berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat penarikan; Buku tabungan merupakan bukti pemilikan dari pemegang rekening; Terdapat aturan tentang setoran pertama dan saldo minimal.

Kedua jenis akad di atas dapat dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan menurut akadnya dibagi menjadi:

- Simpanan Wadiah dan

- Simpanan Mudharabah

3. Deposito: simpanan untuk jangka waktu tertentu yang dapat diambil setelah jangka waktu tertentu; menggunakan bilyet sebagai tanda bukti simpanan; mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan tiap akhir bulan.

Akad yang dapat dipakai dalam Deposito adalah Mudharabah.


Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing) dibagi menjadi 3 kategori besar:

1. Jual-beli
Produk jual-beli dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Murabahah

b. Salam dan salam parallel

c. Istishna dan istishna paralel

2. Bagi Hasil/Untung
Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Mudharabah

b) Musyarakah

c) Rahn
3.  Sewa
- Bila pembiayaan berdasarkan akad Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi sewa (mu’jir) dan nasabah selaku penyewa (musta’jir)

- Pada fiqih klasik, bank (pemberi sewa), bank harus memiliki barang sebelum menyewakan kepada nasabah (penyewa)

Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:

a. Transfer (pengiriman uang)

b. Inkaso (pencairan cek)

c. Valas (penukaran mata uang asing)

d. L/C (Lettter of Credit)

e. Letter of Guarantee dll

Bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya. Akad yang dipakai sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah:

1. Wakalah (Perwakilan)

Produk yang memakai akad ini: Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C

2. Kafalah (Penjaminan)

Produk yang memakai akad ini: Bank Guarantee, L/C, Charge Card

3. Hawalah (Pengalihan Piutang)

Produk yang memakai akad ini:Bill Discounting, Post Dated Check (cek mundur), anjak piutang

4. Sarf (Pertukaran mata uang)

Produk yang memakai akad ini: Jual beli Valuta Asing


Untuk mempermudah transaksi antar Bank dan antara Bank dengan Bank Indonesia seperti perbankan konvensional, , maka Bank syariah juga menggunakan produk Interbank.
Jenis Produk Interbank

a. Sertifikat Mudharabah antar Bank adalah instrumen pasar uang antar bank yang hanya dapat dijual satu kali kepada bank lain dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan

b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah instrumen Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam perbankan

c. Fasilitas pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank Indonesia bagi perbankan syariah untuk menutupi selisih posisi (mismatch)


KONSEP PENGELOLAAN DANA NASABAH



Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.


Sumber: