Rabu, 02 Juli 2014

Klring di Indonesia

KLIRING DI INDONESIA

Perkembangan perekonomian yang semakin maju di Indonesia ditandai dengan berkembangnya perdagangan dan banyaknya investasi. Hal ini menuntut kelancaran pembayaran transaksi semakin mudah, praktis, tersusun rapi dan aman. Di zaman sekarang, orang tidak lagi harus menggunakan alat pembayaran yang berupa uang tunai melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran tunai maupun sebagai alat pembayaran kredit.
Perkembangannya diawali dari pembayaran secara tunai sampai pada pembayaran elektronis yang bersifat non tunai. Sistem pembayaran tunai berkembang dari uang yang berbentuk barang (commodity money), termasuk emas, hingga uang kertas. Sementara itu sistem pembayaran non tunai berkembang dari yang berbasis warkat (cek, bilyet giro, dan sebagainya) sampai kepada yang berbasis elektronik. Dengan perkembangan tersebut peran sistem pembayaran semakin penting dalam perekonomian.
Mekanisme pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama. Tetapi akan lebih sukar untuk menyelesaikan pembayaran antara pihak-pihak yang memiliki rekening, di bank yang berbeda dan lebih sukar lagi kalau bank tersebut tidak berada disatu daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan langsung dengan bank umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Inipun masih banyak dijumpai kesulitan-kesulitan antara lain jam pertemuan, tempat pertemuan, dan sebagainya.







Pola Transaksi Antar Bank Tanpa Kliring (Modul SPN BI, 2004:26)
Mekanisme penyelesaian utang-piutang ini akan menyangkut banyak bank, memerlukan waktu yang cukup lama, biaya yang besar, serta tenaga yang kurang efisien. Keadaan demikian ini dirasa dapat menghambat kegiatan operasional perbankan. Oleh karena itu, muncul suatu gagasan untuk membentuk lembaga kliring yang kemudian diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral (pada tanggal 7 Maret 1967). Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat, siapa yang hadir, besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian utang piutang dan sebagainya, telah ditentukan dan diorganisir. Dalam menjalankan fungsinya, Bank Umum atau Bank Komersial menggunakan sarana kliring untuk mempermudah penyelesaian transaksi antar bank.
                             
Pola Transaksi Antar Bank Melalui Kliring (Modul SPN BI, 2004:26)

Kliring adalah sarana atau cara perhitungan hutang-piutang dalam bentuk surat berharga atau pertukaran data keuangan elektronik antarabank baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Transaksi antara nasabah bank tersebut menggunakan alat bayar berupa cek, bilyer giro, atau surat dagang lain yang lazim diterima oleh bank.
Tujuan yang diinginkan dari terbentuknya lembaga kliring adalah untuk memajukan atau memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Dengan demikian, perhitungan utang piutang diharapkan dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan efisien.
Berdasarkan sistim penyelenggaraannya, kliring dapat menggunakan:
1.        Sistim Manual, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
2.       Sistim Semi Otomatis, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo dilakukan secara otomatis, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
3.       Sistim Otomasi, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi.
4.       Sistim Elektronik, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang selanjutnya disebut Kliring Elektronik adalah penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring didasarkan pada Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya di setiap DKE disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima.

DOKUMEN-DOKUMEN PADA KLIRING
1.        Warkat
Adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau bank melalui kliring. Warkat yang dapat diperhtungkan dalam kliring otomasi adalah:
a.       Cek
Adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk cek dividen, cek perjalanan, cek cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam kliring disetujui oleh Bank Indonesia.
b.       Bilyet Giro
Adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia.
c.       Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT)
Adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
d.       Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT)
Adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer melalui kliring lokal.
e.        Warkat Debet
Adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. Warkat debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh bank yang menyampaikan warkat debet kepada bank yang akan menerima warkat debet tersebut.
f.        Warkat Kredit
Adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk untung bank ata nasabah bank yang menerima warkat tersebut.


2.       Dokumen Kliring
Merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat Bantu dalam proses perhitungan kliring ditempat penyelenggara.

3.       Formulir Kliring
Formulir yang digunakan untuk proses perhitungan kliring lokal dengan manual meliputi:
a.       Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Gabungan formulir ini disediakan oleh penyelenggara dan digunakan oleh penyelenggara untuk menyusun rekapitulasi neraca kliring penyerahn/pengembalian.
b.       Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan oleh peserta untuk menyusun neraca kliring penyerahan/pengembalian atas dasar daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.
c.       Bilyet saldo kliring. Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan digunakan oleh peserta untuk menyusun bilyet saldo kliring berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring pengembalian.

MEKANISME KLIRING

Ilustrasi mekanisme kliring: (Hanya bisa terjadi di satu kota)
Terdapat 2 buah bank umum nasional yaitu BANK Krut dan BANK Brot. Keduanya memiliki asset yang sama-sama disimpan di Bank Indonesia. Seluruh asset yang di simpan di BI disebut Rekening Koran (R/K pada BI). BI mencatat R/K BANK Krut dan R/K BANK Brot pada kolom Liability (kredit). Kedua bank pun memiliki pembukuan yakni R/K pada BI dicatat di sisi Asset dan disisi Liability terdapat tabungan, giro, deposito, dan simpanan masyarakat lainnya.
Asmi adalah salah satu nasabah di BANK Krut yang investasinya berupa giro. Sedangkan Andah memiliki tabungan di BANK Brot.
KASUS 1
Asmi memberikan cek senilai 50 juta kepada Andah sebagai keuntungan dari bisnis bersama mereka. Kemudian Andah ingin cek tersebut dicairkan dan ditambahkan ke dalam tabungan nya. Andah pun membawa cek tersebut ke BANK Brot. BANK Brot mengirimkan surat ke BI untuk memastikan adanya giro atas nama Asmi. Ini disebut Debet Nota Keluar.
Selanjutnya BI mengirim surat ke BANK Krut (Debet Nota Masuk), setelah dapat konfirmasi, BI kembali mengirimkan surat persetujuan ke BANK Brot. Setelah itu barulah BANK brot menambahkan tabungan Andah senilai cek yang di telah dicairkan.
Berikut adalah jurnal yang harus dicatat:
-          Oleh BI
                R/K BANK Krut                                               50 juta
                                               R/K BANK Brot                                                 50 juta
-          Oleh BANK Krut
Rekening Giro Asmi                                       50 juta
                R/K pada BI                                                       50 juta
-          Oleh BANK Brot
R/K pada BI                                                       50 juta
                Tabungan Andah                                             50 juta
KASUS 2
Andah menghadiahkan 100 juta dari tabungan nya sebagai kado ulang tahun untuk Asmi. Berniat ingin memberi surprise, Andah mentransfer uang tersebut dan ingin uangnya secara otomatis masuk ke rekening giro Asmi. Maka setelah ditransfer, BANK Brot mengimkan surat ke BI untuk diverifikasi (Kredit Nota Keluar). Kemudian dari BI ke BANK Krut (Kredit Nota Masuk) dan selanjutnya perlakuannya sama seperti pada KASUS 1.
Berikut adalah jurnal yang harus dicatat:
-          Oleh BI
R/K BANK Brot                                                100 juta
                R/K BANK Krut                                               100 juta
-          Oleh BANK Krut
R/K pada BI                                                       100 juta
                Rekening Giro Asmi                                       100 juta
-          Oleh BANK Brot
Tabungan Andah                                             100 juta
                R/K pada BI                                                       100 juta

  

                                      



SKEMA  SISTIM  KLIRING


#Tolakan Kliring: terjadi jika saldo nasabah yang memberikan cek ternyata tidak mencukupi untuk mencairkan cek yang telah dikeluarkan. Maka di BI, rekening korang kedua Bank harus dibalik agar jumlah menjadi nol.

KESIMPULAN
Dari sistim kliring tersebut, dapat disimpulkan bahwa :
·         Debet Nota Masuk berada di debet (+)
·         Debet Nota Keluar berada di kredit (-)
·         Kredit Nota Keluar berada di kredit (-)
·         Kredit Nota Masuk berada di debet (+)
·         Tolakan Kliring berada di (+/-)
Hasil nya dapat berupa + (menang kliring) atau – (kalah kliring)
Solusi bagi Pihak yang kalah kliring, biasanya meminjam ke pihak yang menang kliring (Cal Money On) untuk menghindari wajib likuidasi oleh BI. Atau cara lain adalah melebihkan wajib simpanan / Legal Reserve Requirment di BI lebih dari 2% dari deposit. Kelebihan ini disebut Excess Reserve.

SUMBER:




Tidak ada komentar :

Posting Komentar