Kamis, 03 Juli 2014

Optimalisasi Strategi Pengelolaan Bank


OPTIMALISASI STRATEGI PENGELOLAAN BANK

Suatu Lembaga Keuangan seperti Bank memiliki tujuan untuk memperoleh laba demi kelangsungan perusahaan nya. selain itu, bank juga merupakan penyedia dana untuk pinjaman masyarakat. Oleh karena itu, sebuah bank harus memiliki dana yang cukup.

Dalam menjalankan perusahaan nya, Bank akan mengalami beberapa tantangan yang membutuhkan kebijakan yang tepat untuk mengatasinya. Berikut ada tiga kebijakan bank:
1.        Konservatif
2.       Ekspansif
3.       Moderate

Alat ukur bagi ketiga kebijakan ini adalah LDR (Loan Deposit Ratio) yang memiliki fungsi sebagai prinsip hati-hati dan sebagai multiplier value of money. Pada saat Bank harus mengambil kebijakan ekspansif, LDR dapat mencapai angka maksimalnya yaitu 110%.

                                   

Bagi Bank, profit atau laba dapat diperoleh dengan megurangi pendapatan dengan capital:

                                                 

Ada dua metode untuk memperoleh laba ini, yaitu:
1.        Optimalisasi : yaitu dengan menaikan revenue atau pendapatan dari sebuah bank. Cara menaikan pendapatan:
-          Interest Spread Income; dengan membuat bunga pnjaman lebih besar dari bunga tabugan.
-          Fee based Income; jika bank memilih cara ini maka bank tersebut mengutamakan deposit. Fee based ini merupakan jasa-jasa yang diberikan bank, seperti:
·         Klirirng : penagihan warkat (berupa surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari dalam kota.
·         Valas : mata uang asing yang digunakan untuk pembayaran.
·         Transfer : jasa pengiriman uang lewat bank
·         Safe Deposit Box : jasa pelayanan yang memberikan layanan penyewaan box atau kotak pengaman tempat menyimpan surat-surat berharga atau barang-barang berharga milik nasabah.
·         Inkaso : penagihan warkat (berupa surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari dalam luar kota atau luar negeri.
·         Letter of Credit dan Bill Giro : surat kredit yang diberikan kepada eksportir dan importer yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi ekspor impor yang mereka lakukan.

Semua kegiatan fee based tersebut akan sangat membutuhkan dana pihak ketiga. Namun dalam kenyataannya, pendanaan pihak ketiga ini bergantung pada fasilitas dan kemudahan. Sehingga kemajuan Teknologi Informasi sangat penting.

Dengan peningkatan revenue dari metode optimalisasi ini, menyebabkan bank mengalami ekspansif di masyarakat, dan akhirnya bank harus menaikkan modalnya, atau meningkatkan CAR nya. CAR atau Capital Adequacy Ratio adalah rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio tersebut akan semakin baik posisi modal. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1 tercantum bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aset tertimbang menurut resiko (ATMR), CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.

2.       Efisiensi : metode ini menggunakan cara mengurangi / menurunkan Capital. Caranya dengan:
-          Kegiatan operasional
-          Human Resources / human capital adalah tenaga kerja yang dianggap sebagai assets. Yaitu tenaga kerja yang memiliki kemampuan yang jarang, keahlian khusus, capabilitas yang tinggi serta sertifikasi yang berguna.
Efisiensi human resources dapat dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Misalnya adalah mesin ATM. Mesin ini sangat efisien dalam mengurangi teller dan melakukan banyak layanan secara efektif.

Dari metode diatas, dapat kita katakan bahwa kemajuan Teknologi Informasi sangat berperan dan berguna bagi kelancaran perekonomian, khususnya bank. Menurut teori Productivity Paradox, penggunaan IT hanya pemborosan, kecuali bila digunakan di bidang yang akan melayani masyarakat banyak.


LIKUIDITAS

Likuiditas merupakan suatu kemampauan perusahaan membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.

Dalam likuiditas isu yang dibahas adalah:
1.        LDR (Loan Deposit Ratio)
2.       LRR (Legal Reserve Requirment) yang berasal dari:
-          Reserve Requirment
-          Excess Requirment

RR dan ER ini tergabung dalam pencatatan Rekening Koran, dan keduanya harus saling optimal.
Ø  Ketika rekening Koran pada BI dalam keadaan tinggi atau high, maka terjadi lah Unloanable Fund. Keuntungannya, safe liquidity stock, namun walaupun capital nya banyak tetep tidak bisa dipinjamkan karena tidak likuid.
Ø  Ketika rekening Koran pada BI dalam keadaan rendah atau low, maka terjadi Loanable Fund. Namun dalam keadaan ini safe liquid nya kurang sehingga apabila terjadi unpredictable accident, bank tersebut akan sangat drop.

Untuk menanggulangi hal tersebut, sekarang pemerintah telah menetapkan kebijakan baru yang disebut Risk Management. Manajemen risiko adalah sebuah pendekatan metodologi yang terstruktur dalam mengelola sesuatu yang berkaitan dengan sebuah ancaman karena ketidak pastian. Ancaman yang dimaksud di sini adalah akibat dari aktivitas individu / manusia. Aktivitas ini meliputi penilaian risiko yang mengancam, pengembangan strategi untuk menanggulangi risiko dengan pengelolaan sumberdaya yang ada.

Bank, memiliki strategi-strategi tertentu untuk mengahadapi tantangan yang dialami. Salah satu strateginya adalah, Corporate Communication. Yaitu strategi bank untuk menguras “dompet” atau memancing rekening nasabah agar berputar. Contohnya adalah melalui program-program kepedulian lingkungan, sumbangan bibit tanaman, dompet duafa, dan sebagainya.


KONGLOMERASI

Konglomerasi keuangan adalah suatu kelompok usaha yang dalam hal ini perusahaan induk dapat berupa bank atau lembaga keuanganlain yang memiliki anak-anak perusahaan di bidang lembaga keuangan pula, misalnya asuransi, multifinance, dan sekuritas.

Konglomerasi keuangan harus diberikan pengawasan dengan tujuan untuk memantau serta mencegah potensi risiko sistemik yang ditimbulkan oleh aktivitas anak perusahaan, terlebih terhadap bank.

Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatur konglomerasi keuangan:
1.        Melarang
2.       Membatasi
3.       Membebaskan
Ketiga pendekatan ini masih dikaji oleh Otoritas Jasa Keuangan dan BI, sebab konglomerasi dalam bidang keuangan masih jarang di Indonesia.

Berikut skema untuk konglomerasi:

                                      

Keterangan skema:

Siti BANK memiliki banyak nasabah sebagian kecilnya yaitu PT. X  yang bergerak dibidang Leasing., dan SENTRA Company.  Kedua perusahaan ini saling bekerja sama dan menabung serta berinvestasi di Bank yang sama. Siti BANK akan memberikan jaminan atau uang duka kepada nasabah nya yang meninggal dunia sebagai promosi agar banyak orang menabung di perusahaan nya.

Menindaklanjuti kebijakan ini, Pihak Bank tetap tdak ingin rugi apabila ada nasabah nya yang meninggal. Oleh karena itu pihak bank menjalin kerjasama dengan PT. XYZ yang notabene adalah perusahaan asuransi. Dengan membayar sejumlah uang, maka pihak asuransi akan menaggung uang duka sebesar 10 juta bagi nasabah Siti BANK yang meninggal.

Dirasa terlalu berat menanggung 10 juta per kematian, PT. XYZ mengajak PT. KL yang juga perusahaan asuransi untuk bekerjasama dalam job ini. PT.XYZ menyanggupi akan menanggung sebesar 20% dari transaksi ini (jadi PT.XYZ akan menerima premi sebesar 2 juta). Lalu PT. KL menerima sisa persen untuk ditanggungnya. Ini disebut dengan REASURANSI.

Masih merasa kurang dana namun tidak ingin kehilangan lahan investasi, akhirnya PT. KL mencari perusahaan yang mau bekerja sama dengan menanggung 60% dari transaksi tersebut. Karena PT.KL hanya sanggup menanggung 20% dengan pengembalian premi 2 juta sama seperti PT. XYZ.  Kemudian datanglah PT. OP yang menyanggupi akan menanggung 60% dari transaksi tersebut, sehingga PT. OP akan mendapatkan premi sebesar 6 juta. Kejadian ini disebut dengan RETROCESSI.

Lalu PT. OP berfikir untuk mendapatkan dana secara cepat untuk modal transaksi tersebut. Dia berfikir untuk masuk ke pasar modal atau pasar uang, dan mencari negara mana yang sedang berkembang investasinya. Maka masuk lah ia ke negara Indonesia melalui Bursa Efek Jakarta / Initial Public Offering. Namun di OPI terdapat kebijakan bahwa investor asing tidak boleh membeli saham dari perusahaan local lebih dari 30%. Oleh karena itu PT. OP yang merupakan induk perusahaan dari PT. OK, PT. LO, dan PT. MO membeli saham melalui perusahaan-perusahaan anaknya. PT. OK membeli saham sebesar 25%, PT. LO 20% dan PT. MO sebesar 15%. Kemudian dijual kembali degan short selling untuk mengharapkan Capital Gain dari penjualan saham tersebut.

Sementara itu, Siti BANK juga melakukan transaksi di OPI dengan menjual saham dan obligasi. Saat yang bersamaan, PT. OP melalui “anak-anaknnya” membeli saham dan obligasi Siti BANK. Awalnya PT. OP melakukan short selling, namun lama kelamaan ia menahan saham Siti BANK dan tidak ingin menjualnya. Hal ini menyebabkan PT. OP menjadi salah satu investor atau pemilik dari sebagian besar saham Siti BANK, yaitu 60%. Kepemilikan yang tinggi ini membuat PT. OP menjadi berpengaruh di Siti BANK.

SUMBER:


Rabu, 02 Juli 2014

Klring di Indonesia

KLIRING DI INDONESIA

Perkembangan perekonomian yang semakin maju di Indonesia ditandai dengan berkembangnya perdagangan dan banyaknya investasi. Hal ini menuntut kelancaran pembayaran transaksi semakin mudah, praktis, tersusun rapi dan aman. Di zaman sekarang, orang tidak lagi harus menggunakan alat pembayaran yang berupa uang tunai melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran tunai maupun sebagai alat pembayaran kredit.
Perkembangannya diawali dari pembayaran secara tunai sampai pada pembayaran elektronis yang bersifat non tunai. Sistem pembayaran tunai berkembang dari uang yang berbentuk barang (commodity money), termasuk emas, hingga uang kertas. Sementara itu sistem pembayaran non tunai berkembang dari yang berbasis warkat (cek, bilyet giro, dan sebagainya) sampai kepada yang berbasis elektronik. Dengan perkembangan tersebut peran sistem pembayaran semakin penting dalam perekonomian.
Mekanisme pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama. Tetapi akan lebih sukar untuk menyelesaikan pembayaran antara pihak-pihak yang memiliki rekening, di bank yang berbeda dan lebih sukar lagi kalau bank tersebut tidak berada disatu daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan langsung dengan bank umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Inipun masih banyak dijumpai kesulitan-kesulitan antara lain jam pertemuan, tempat pertemuan, dan sebagainya.







Pola Transaksi Antar Bank Tanpa Kliring (Modul SPN BI, 2004:26)
Mekanisme penyelesaian utang-piutang ini akan menyangkut banyak bank, memerlukan waktu yang cukup lama, biaya yang besar, serta tenaga yang kurang efisien. Keadaan demikian ini dirasa dapat menghambat kegiatan operasional perbankan. Oleh karena itu, muncul suatu gagasan untuk membentuk lembaga kliring yang kemudian diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral (pada tanggal 7 Maret 1967). Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat, siapa yang hadir, besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian utang piutang dan sebagainya, telah ditentukan dan diorganisir. Dalam menjalankan fungsinya, Bank Umum atau Bank Komersial menggunakan sarana kliring untuk mempermudah penyelesaian transaksi antar bank.
                             
Pola Transaksi Antar Bank Melalui Kliring (Modul SPN BI, 2004:26)

Kliring adalah sarana atau cara perhitungan hutang-piutang dalam bentuk surat berharga atau pertukaran data keuangan elektronik antarabank baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Transaksi antara nasabah bank tersebut menggunakan alat bayar berupa cek, bilyer giro, atau surat dagang lain yang lazim diterima oleh bank.
Tujuan yang diinginkan dari terbentuknya lembaga kliring adalah untuk memajukan atau memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Dengan demikian, perhitungan utang piutang diharapkan dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan efisien.
Berdasarkan sistim penyelenggaraannya, kliring dapat menggunakan:
1.        Sistim Manual, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
2.       Sistim Semi Otomatis, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo dilakukan secara otomatis, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
3.       Sistim Otomasi, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi.
4.       Sistim Elektronik, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang selanjutnya disebut Kliring Elektronik adalah penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring didasarkan pada Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya di setiap DKE disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima.

DOKUMEN-DOKUMEN PADA KLIRING
1.        Warkat
Adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau bank melalui kliring. Warkat yang dapat diperhtungkan dalam kliring otomasi adalah:
a.       Cek
Adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk cek dividen, cek perjalanan, cek cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam kliring disetujui oleh Bank Indonesia.
b.       Bilyet Giro
Adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia.
c.       Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT)
Adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
d.       Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT)
Adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer melalui kliring lokal.
e.        Warkat Debet
Adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. Warkat debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh bank yang menyampaikan warkat debet kepada bank yang akan menerima warkat debet tersebut.
f.        Warkat Kredit
Adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk untung bank ata nasabah bank yang menerima warkat tersebut.


2.       Dokumen Kliring
Merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat Bantu dalam proses perhitungan kliring ditempat penyelenggara.

3.       Formulir Kliring
Formulir yang digunakan untuk proses perhitungan kliring lokal dengan manual meliputi:
a.       Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Gabungan formulir ini disediakan oleh penyelenggara dan digunakan oleh penyelenggara untuk menyusun rekapitulasi neraca kliring penyerahn/pengembalian.
b.       Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan oleh peserta untuk menyusun neraca kliring penyerahan/pengembalian atas dasar daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.
c.       Bilyet saldo kliring. Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan digunakan oleh peserta untuk menyusun bilyet saldo kliring berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring pengembalian.

MEKANISME KLIRING

Ilustrasi mekanisme kliring: (Hanya bisa terjadi di satu kota)
Terdapat 2 buah bank umum nasional yaitu BANK Krut dan BANK Brot. Keduanya memiliki asset yang sama-sama disimpan di Bank Indonesia. Seluruh asset yang di simpan di BI disebut Rekening Koran (R/K pada BI). BI mencatat R/K BANK Krut dan R/K BANK Brot pada kolom Liability (kredit). Kedua bank pun memiliki pembukuan yakni R/K pada BI dicatat di sisi Asset dan disisi Liability terdapat tabungan, giro, deposito, dan simpanan masyarakat lainnya.
Asmi adalah salah satu nasabah di BANK Krut yang investasinya berupa giro. Sedangkan Andah memiliki tabungan di BANK Brot.
KASUS 1
Asmi memberikan cek senilai 50 juta kepada Andah sebagai keuntungan dari bisnis bersama mereka. Kemudian Andah ingin cek tersebut dicairkan dan ditambahkan ke dalam tabungan nya. Andah pun membawa cek tersebut ke BANK Brot. BANK Brot mengirimkan surat ke BI untuk memastikan adanya giro atas nama Asmi. Ini disebut Debet Nota Keluar.
Selanjutnya BI mengirim surat ke BANK Krut (Debet Nota Masuk), setelah dapat konfirmasi, BI kembali mengirimkan surat persetujuan ke BANK Brot. Setelah itu barulah BANK brot menambahkan tabungan Andah senilai cek yang di telah dicairkan.
Berikut adalah jurnal yang harus dicatat:
-          Oleh BI
                R/K BANK Krut                                               50 juta
                                               R/K BANK Brot                                                 50 juta
-          Oleh BANK Krut
Rekening Giro Asmi                                       50 juta
                R/K pada BI                                                       50 juta
-          Oleh BANK Brot
R/K pada BI                                                       50 juta
                Tabungan Andah                                             50 juta
KASUS 2
Andah menghadiahkan 100 juta dari tabungan nya sebagai kado ulang tahun untuk Asmi. Berniat ingin memberi surprise, Andah mentransfer uang tersebut dan ingin uangnya secara otomatis masuk ke rekening giro Asmi. Maka setelah ditransfer, BANK Brot mengimkan surat ke BI untuk diverifikasi (Kredit Nota Keluar). Kemudian dari BI ke BANK Krut (Kredit Nota Masuk) dan selanjutnya perlakuannya sama seperti pada KASUS 1.
Berikut adalah jurnal yang harus dicatat:
-          Oleh BI
R/K BANK Brot                                                100 juta
                R/K BANK Krut                                               100 juta
-          Oleh BANK Krut
R/K pada BI                                                       100 juta
                Rekening Giro Asmi                                       100 juta
-          Oleh BANK Brot
Tabungan Andah                                             100 juta
                R/K pada BI                                                       100 juta

  

                                      



SKEMA  SISTIM  KLIRING


#Tolakan Kliring: terjadi jika saldo nasabah yang memberikan cek ternyata tidak mencukupi untuk mencairkan cek yang telah dikeluarkan. Maka di BI, rekening korang kedua Bank harus dibalik agar jumlah menjadi nol.

KESIMPULAN
Dari sistim kliring tersebut, dapat disimpulkan bahwa :
·         Debet Nota Masuk berada di debet (+)
·         Debet Nota Keluar berada di kredit (-)
·         Kredit Nota Keluar berada di kredit (-)
·         Kredit Nota Masuk berada di debet (+)
·         Tolakan Kliring berada di (+/-)
Hasil nya dapat berupa + (menang kliring) atau – (kalah kliring)
Solusi bagi Pihak yang kalah kliring, biasanya meminjam ke pihak yang menang kliring (Cal Money On) untuk menghindari wajib likuidasi oleh BI. Atau cara lain adalah melebihkan wajib simpanan / Legal Reserve Requirment di BI lebih dari 2% dari deposit. Kelebihan ini disebut Excess Reserve.

SUMBER: