KLIRING DI
INDONESIA
Perkembangan
perekonomian yang semakin maju di Indonesia ditandai dengan berkembangnya
perdagangan dan banyaknya investasi. Hal ini menuntut kelancaran pembayaran
transaksi semakin mudah, praktis, tersusun rapi dan aman. Di zaman sekarang, orang
tidak lagi harus menggunakan alat pembayaran yang berupa uang tunai melainkan
cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran tunai
maupun sebagai alat pembayaran kredit.
Perkembangannya
diawali dari pembayaran secara tunai sampai pada pembayaran elektronis yang
bersifat non tunai. Sistem pembayaran tunai berkembang dari uang yang berbentuk
barang (commodity money), termasuk emas, hingga uang kertas. Sementara
itu sistem pembayaran non tunai berkembang dari yang berbasis warkat (cek,
bilyet giro, dan sebagainya) sampai kepada yang berbasis elektronik. Dengan
perkembangan tersebut peran sistem pembayaran semakin penting dalam
perekonomian.
Mekanisme
pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila
kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama. Tetapi akan lebih sukar untuk
menyelesaikan pembayaran antara pihak-pihak yang memiliki rekening, di bank
yang berbeda dan lebih sukar lagi kalau bank tersebut tidak berada disatu
daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan langsung dengan bank
umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Inipun masih banyak dijumpai
kesulitan-kesulitan antara lain jam pertemuan, tempat pertemuan, dan
sebagainya.
Pola Transaksi
Antar Bank Tanpa Kliring (Modul
SPN BI, 2004:26)
Mekanisme
penyelesaian utang-piutang ini akan menyangkut banyak bank, memerlukan waktu
yang cukup lama, biaya yang besar, serta tenaga yang kurang efisien. Keadaan
demikian ini dirasa dapat menghambat kegiatan operasional perbankan. Oleh
karena itu, muncul suatu gagasan untuk membentuk lembaga kliring yang kemudian
diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral (pada tanggal 7 Maret
1967). Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat,
siapa yang hadir, besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian utang
piutang dan sebagainya, telah ditentukan dan diorganisir. Dalam menjalankan
fungsinya, Bank Umum atau Bank Komersial menggunakan sarana kliring untuk
mempermudah penyelesaian transaksi antar bank.
Pola Transaksi
Antar Bank Melalui Kliring (Modul
SPN BI, 2004:26)
Kliring adalah sarana atau cara
perhitungan hutang-piutang dalam bentuk surat berharga atau pertukaran data
keuangan elektronik antarabank baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Transaksi antara nasabah bank
tersebut menggunakan alat bayar berupa cek, bilyer giro, atau surat dagang lain
yang lazim diterima oleh bank.
Tujuan
yang diinginkan dari terbentuknya lembaga kliring adalah untuk memajukan atau
memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang
menjadi nasabah bank. Dengan demikian, perhitungan utang piutang diharapkan
dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan efisien.
Berdasarkan
sistim penyelenggaraannya, kliring dapat menggunakan:
1.
Sistim
Manual, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan
perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta.
2.
Sistim
Semi Otomatis, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo dilakukan secara otomatis,
sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
3.
Sistim
Otomasi, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan
perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan oleh penyelenggara
secara otomasi.
4.
Sistim
Elektronik, yaitu sistim penyelenggaraan Kliring Lokal yang selanjutnya disebut
Kliring Elektronik adalah penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan
perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring didasarkan pada Data Keuangan
Elektronik yang selanjutnya di setiap DKE disertai dengan penyampaian warkat
peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima.
DOKUMEN-DOKUMEN PADA
KLIRING
1.
Warkat
Adalah alat pembayaran bukan tunai yang
diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau bank melalui
kliring. Warkat yang dapat diperhtungkan dalam kliring otomasi adalah:
a.
Cek
Adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk cek dividen, cek perjalanan, cek
cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam kliring disetujui
oleh Bank Indonesia.
b.
Bilyet Giro
Adalah surat perintah dari nasabah kepada
bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang
bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya termasuk Bilyet Giro
Bank Indonesia.
c.
Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT)
Adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD
yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
d.
Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT)
Adalah surat bukti penerimaan transfer dari
luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer
melalui kliring lokal.
e.
Warkat Debet
Adalah warkat yang digunakan untuk menagih
dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah bank yang menyampaikan
warkat tersebut. Warkat debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan
dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh bank yang menyampaikan warkat debet
kepada bank yang akan menerima warkat debet tersebut.
f.
Warkat Kredit
Adalah warkat yang digunakan untuk
menyampaikan dana pada bank lain untuk untung bank ata nasabah bank yang
menerima warkat tersebut.
2. Dokumen
Kliring
Merupakan dokumen yang berfungsi sebagai
alat Bantu dalam proses perhitungan kliring ditempat penyelenggara.
3. Formulir
Kliring
Formulir
yang digunakan untuk proses perhitungan kliring lokal dengan manual meliputi:
a.
Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Gabungan
formulir ini disediakan oleh penyelenggara dan digunakan oleh penyelenggara
untuk menyusun rekapitulasi neraca kliring penyerahn/pengembalian.
b.
Neraca kliring penyerahan/pengembalian.
Formulir ini disediakan oleh peserta dan digunakan oleh peserta untuk menyusun
neraca kliring penyerahan/pengembalian atas dasar daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.
c.
Bilyet saldo kliring. Formulir ini
disediakan oleh peserta dan digunakan digunakan oleh peserta untuk menyusun
bilyet saldo kliring berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring
pengembalian.
MEKANISME KLIRING
Ilustrasi mekanisme kliring: (Hanya
bisa terjadi di satu kota)
Terdapat
2 buah bank umum nasional yaitu BANK Krut dan BANK Brot. Keduanya memiliki
asset yang sama-sama disimpan di Bank Indonesia. Seluruh asset yang di simpan
di BI disebut Rekening Koran (R/K pada BI). BI mencatat R/K BANK Krut dan R/K BANK
Brot pada kolom Liability (kredit). Kedua bank pun memiliki pembukuan yakni R/K
pada BI dicatat di sisi Asset dan disisi Liability terdapat tabungan, giro,
deposito, dan simpanan masyarakat lainnya.
Asmi
adalah salah satu nasabah di BANK Krut yang investasinya berupa giro. Sedangkan
Andah memiliki tabungan di BANK Brot.
KASUS
1
Asmi
memberikan cek senilai 50 juta kepada Andah sebagai keuntungan dari bisnis
bersama mereka. Kemudian Andah ingin cek tersebut dicairkan dan ditambahkan ke
dalam tabungan nya. Andah pun membawa cek tersebut ke BANK Brot. BANK Brot
mengirimkan surat ke BI untuk memastikan adanya giro atas nama Asmi. Ini disebut
Debet Nota Keluar.
Selanjutnya
BI mengirim surat ke BANK Krut (Debet
Nota Masuk), setelah dapat konfirmasi, BI kembali mengirimkan surat
persetujuan ke BANK Brot. Setelah itu barulah BANK brot menambahkan tabungan
Andah senilai cek yang di telah dicairkan.
Berikut
adalah jurnal yang harus dicatat:
-
Oleh
BI
R/K
BANK Krut 50 juta
R/K BANK Brot 50
juta
-
Oleh
BANK Krut
Rekening
Giro Asmi 50
juta
R/K
pada BI 50
juta
-
Oleh
BANK Brot
R/K pada BI 50 juta
Tabungan
Andah 50
juta
KASUS 2
Andah menghadiahkan 100 juta dari tabungan nya sebagai
kado ulang tahun untuk Asmi. Berniat ingin memberi surprise, Andah mentransfer
uang tersebut dan ingin uangnya secara otomatis masuk ke rekening giro Asmi. Maka
setelah ditransfer, BANK Brot mengimkan surat ke BI untuk diverifikasi (Kredit Nota Keluar). Kemudian dari BI ke
BANK Krut (Kredit Nota Masuk) dan
selanjutnya perlakuannya sama seperti pada KASUS 1.
Berikut
adalah jurnal yang harus dicatat:
-
Oleh
BI
R/K BANK Brot 100 juta
R/K
BANK Krut 100
juta
-
Oleh
BANK Krut
R/K
pada BI 100 juta
Rekening
Giro Asmi 100
juta
-
Oleh
BANK Brot
Tabungan Andah 100
juta
R/K
pada BI 100
juta
SKEMA SISTIM KLIRING
#Tolakan Kliring: terjadi jika saldo nasabah yang
memberikan cek ternyata tidak mencukupi untuk mencairkan cek yang telah dikeluarkan.
Maka di BI, rekening korang kedua Bank harus dibalik agar jumlah menjadi nol.
KESIMPULAN
Dari
sistim kliring tersebut, dapat disimpulkan bahwa :
·
Debet
Nota Masuk berada di debet (+)
·
Debet
Nota Keluar berada di kredit (-)
·
Kredit
Nota Keluar berada di kredit (-)
·
Kredit
Nota Masuk berada di debet (+)
·
Tolakan
Kliring berada di (+/-)
Hasil nya
dapat berupa + (menang kliring) atau – (kalah kliring)
Solusi bagi
Pihak yang kalah kliring, biasanya meminjam ke pihak yang menang kliring (Cal
Money On) untuk menghindari wajib likuidasi oleh BI. Atau cara lain adalah
melebihkan wajib simpanan / Legal Reserve Requirment di BI lebih dari 2% dari
deposit. Kelebihan ini disebut Excess Reserve.
SUMBER:
Tidak ada komentar :
Posting Komentar