Rabu, 18 Desember 2013

PENGARUH KENAIKAN HARGA EMAS TERHADAP INFLASI

PENGARUH KENAIKAN HARGA EMAS TERHADAP INFLASI

Berdasarkan data dari Poverty Brief oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia Bulan September 2013, dengan Idul Fitri jatuh di awal bulan, dampak kenaikan BBM pada bulan Juli, dan depresiasi Rupiah, tidak mengherankan tingkat inflasi tetap tinggi pada Agustus sebesar 1,1%, meskipun jauh lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi Juli 3,2%. Kontributor utama inflasi Agustus menggambarkan perkiraan tekanan harga: harga bahan makanan lebih tinggi (dampak Ramadan dan Idul Fitri), kenaikan harga emas (dampak imported inflation), dan kenaikan harga transportasi (dampak harga BBM naik). Kenaikan musiman biaya sekolah juga berkontribusi pada inflasi Agustus. Diperkirakan tekanan penurunan harga bahan makanan bulan September, mewakili sisi lain peningkatan musiman harga makanan selama Ramadan. Pada saat yang sama, penyesuaian terhadap kenaikan harga BBM seharusnya telah selesai, menghilangkan sedikit tekanan terhadap inflasi.


Namun nyatanya pada bulan September 2013 lalu, nilai tukar rupiah sempat melemah terhadap Dollar Amerika. Dan hal ini ternyata berpengaruh pada beberapa harga barang komoditi diantaranya emas.  Emas yang semula dijual seharga Rp. 450 ribu per gram, mengalami kenaikan Rp25 ribu per gramnya. Jika sebelumnya harga emas dijual Rp. 450 ribu per gram, pada saat itu naik menjadi Rp. 475 ribu per gramnya. Dampak kenaikan harga emas juga mengakibatkan menurunnya omset penjualan pada pedagang emas. Tak hanya itu, kenaikan harga emas juga menyebabkan inflasi di dalam negeri. Lalu apakah hubungan kenaikan harga emas dan inflasi? Sebelumnya mari kita pelajari apa yang menyebabkan harga emas terus naik dan diminati banyak investor. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi harga emas, dikutip dari belajarinvestasi.com :
Pertama, Kenaikan Inflasi Melebihi Yang Diperkirakan
Setiap Negara dalam menentukan kebijakan ekonomi biasanya akan melihat tingkat inflasi. Prediksi berapa persen kah kira-kira inflasi di Negara tersebut akan menjadi acuan dalam penetapan tingkat suku bunga dan lain-lain. Nah jika prediksi tingkat inflasi itu meleset dan malah melibihi yang diperkirakan biasanya harga emas akan melonjak tinggi.

Kedua, Terjadi Kepanikan Finansial
Saat terjadi kepanikan finansial seperti saat krisis moneter tahun 1998 dan juga tahun 2008, maka harga emas akan meroket tidak terkendali. Hal ini terjadi karena masyarakat enggan memegang uang kertas dan lebih memilih menyimpan kekayaanya dalam bentuk emas.

Ketiga, Harga Minyak Naik Secara Signifikan
Harga emas, akan ikut naik jika harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan signifikan meski dampaknya sendiri tidak terjadi seketika. Seperti saat terjadi invasi AS ke Irak di mana Irak adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Akibat invasi itu harga minyak melonjak tajam yang kemudian diikuti oleh naiknya harga emas. Begitupun yang terjadi saat ini, dimana Negara sekutu yang dipimpin AS menyerang Libya. Harga minyak mentah kembali naik dan menembus rekor baru. Akibatnya harga emaspun terangkat naik.

Keempat, Demand Terhadap Emas
Sesuai hukum supply demand, naiknya permintaan emas dunia yang tidak diikuti oleh naiknya pasokan emas mengakibatkan harganya akan naik terus. Cina dan India adalah dua Negara yang paling besar menghabiskan uangnya untuk membeli emas.

Kelima, Kondisi Politik Dunia
Ketegangan politik dunia, misalnya AS dengan Iran, AS dengan Timur Tengah atau ketegangan lain yang membuat suhu politik dunia meninggi dan mengakibatkan ketidakpastian ekonomi  membuat harga emas naik. Para pelaku pasar akan menarik investasinya di bursa saham, valas atau obligasi dan lebih memilih investasi yang aman yakni emas. Sehingga permintaan terhadap emas pun naik.
Dari poin-poin diatas dapat diketahui bahwa faktor terpenting yang mengatur harga emas adalah nilai US Dollar. Dikutip dari hargaemas48.wordpress.com , Dolar AS yang lebih kuat akan menjaga harga emas terkendali dan rendah. Pelemahan dolar akan mempengaruhi harga emas untuk melambung tinggi. Ekonomi AS memainkan peran penting dalam membentuk makroekonomi dunia. Ketika dolar yang kuat, orang akan berinvestasi dan membeli dalam dolar. Namun, belakangan ini ekonomi AS banyak menderita karena terjadinya krisis dunia. Dolar mulai goyah dan tidak bisa menjanjikan kestabilannya, ini adalah alasan mengapa orang dan banyak negara mulai penimbunan emas besar-besaran. Cadangan emas yang tinggi akan memperkuat perekonomian nasional dan bertindak sebagai perlindungan nilai terhadap inflasi.
Merujuk alasan tersebut, banyak yang tidak menyadari permintaan yan berlebihan terhadap emas juga akan memberikan dampak yang sama, inflasi. Ketika banyak permintaan akan emas melonjak maka peredaran uang di pasar juga akan meningkat. Inilah yang memulai indikasi inflasi tersebut. Namun tentunya kenaikan harga emas adalah hal yang tidak bisa dihindari. Karena meningkatnya biaya produksi di pertambangan emas, memburuknya situasi politik, peningkatan tajam harga minyak paska perang Irak, penurunan dalam produksi pertambangan emas dalam catatan 5 tahun terakhir ini dan populasi penduduk dunia yang terus meningkat, sehingga mempengaruhi keinginan alami manusia untuk menimbun emas guna mengamankan aset kekayaan yang mereka miliki, semakin mempengaruhi kenaikan harga emas dari masa ke masa.

 Sumber Referensi :


Pengaruh Elastisitas Harga terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer


Pengaruh Elastisitas Harga terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer

Dalam ilmu ekonomielastisitas adalah perbandingan perubahan proporsional dari sebuah variabel dengan perubahan variable lainnya. Dengan kata lain, elastisitas mengukur seberapa besar besar kepekaan atau reaksi konsumen terhadap perubahan harga.
Secara spesifik, elastisitas adalah suatu bilangan yang menunjukkan presentase perubahan yang tejadi pada satu variable sebagai reaksi atas setiap satu persen kenaikan pada variable lain. Misalnya, elastisitas permintaan Karen harga (price elasticity of demand) mengukur kepekaan jumlah permintaan karena perubahan-perubahan harga. Elastisitas permintaan tersebut menunjukkan persentase perubaha yang terjadi dalam jumlah permintaan untuk suatu barang yang akan diikuti dengan setiap kenaikan sebesar satu persen pada harga barang tersebut.
Elastisitas permintaan karena harga secara lebih rinci dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan. Dengan menyatakan jumlah dan harga masing-masing dengan Q dan P, maka elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.

E= (%D∆Q) / (%D∆P)

            Dimana (%D∆Q) berarti “persentase perubahan pada Q” dan (%D∆P) berarti “persentase perubahan pada P”. Secara umum, elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.



                Dimana:
                            Ep   = Elastisitas harga permintaan
                            ∆= Perubahan barang yang diminta
                            ∆P   = Perubahan harga
                            P      = Harga barang
                            Q     = Jumlah barang yang diminta

            Elastisitas permintaan karena harga biasanya merupakan bilangan yang negative. Jika harga suatu barang naik, maka permintaan akan turun. Apabila elastisitas harga (price elastic) lebih dari satu (Ep>1) dapat dikatakan permintaan itu elastis terhadap harga, karena penurunan presentase jumlah permintaan lebih besar daripada peningkatan presentase harga. Jika besar elastisitas harga kurang dari satu (Ep<1), permintaan itu dikatakan inelastic/tidak elastis terhadap harga. Ini terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Jika besar elastisitas sama dengan satu (Ep=1), itu merupakan elastisitas unitary/elastisitas tunggal. Hal ini terjadi apabila harga naik 10%, maka permintaan barang akan turun 10% juga. Apabila elastisitas permintaan sama dengan nol (Ep=0), merupakan inelastic sempurna. Hal itu terjadi ketika berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan, contohnya garam. Selanjutya, apabila elastisitas permintaan sama dengan tak terhingga (Ep=∞), permitaan itu dikatakan sebagai elasitis tak terhingga. Ini terjadi ketika perubahan harga sedikit saja menyebabkan perbahan permintaan tak terbilang besarnya.
            Berkaitan dengan komoditi barang kebutuhan primer, elastisitas yang berlaku adalah ketika elastisitas permintaan kurang dari satu (Ep<1) atau keadaan inelastic. Mengapa demikian? Seperti dijelaskan sebelumnya, keadaan inelastic terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Sebagai Contoh, permintaan tidak elastis ini dapat dilihat diantaranya pada produk kebutuhan. Misalnya beras, meskipun harganya naik, orang akan tetap membutuhkan konsumsi beras sebagai makanan pokok. Karenanya, meskipun mungkin dapat dihemat penggunaannya, namun cenderung tidakakan sebesar kenaikan harga yang terjadi. Sebaliknya pula, jika harga beras turun konsumen tidak akan menambah konsumsinya sebesar penurunan harga. Ini karena konsumsi beras memiliki keterbatasan (misalnya rasa kenyang). Contoh lainnya yang sejenis adalah bensin. Jika harga bensin naik, tingkat penurunan penggunaannya biasanya tidak sebesar tingkat kenaikan harganya. Ini karena kita tetap membutuhkan bensin untuk bepergian. Sama halnya, ketika harganya turun, kita juga tidak mungkin bepergian terus menerus demi menikmati penurunan harga tersebut. Karakteristik produk yang seperti ini mengakibatkan permintaan menjadi tidak elastis.
Jika digambar dalam bentuk grafik, akan terlihat sebagai berikut.



            Mula-mula pada harga P1, jumlah barang yang diminta adalah Q1. Dengan demikian tercipta titik keseimbangan pada A. Ketika harga berubah dari P1 ke P2 sebesar Px, maka barang yang diminta berubah dari Q1 ke Q2 sejumlah Qx dan titik keseimbangan bergeser dari A ke B. Dengan demikian, terlihat bahwa pergeseran Qx lebih kesil dari Px.
            Jika dilihat dari sisi penawaran. Sama halnya dengan sisi permintaan, apabila harga berubah, maka besar perubahan penawaran tidak sebesar perubahan harga. Dengan demikian, dapat disimpulan bahwa ketika terjadi perubahan harga pada komoditi barang primer akan menimbulkan perubahan baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Akan tetapi, besar perubahan sisi permintaan ataupun penawaran tidak sebesar perubahan harga.

Faktor Penentu Elastisitas Perintaan
1.      Produk substitusi
Semakin banyak produk pengganti (substitusi), permintaan akan semakin elastis. Hal ini dikarenakan konsumen dapat dengan mudah berpindah ke produk substitusi jika terjadi kenaikan harga, sehingga permintaan akan produk akan sangat sensitif terhadap perubahan harga.
2.      Prosentase pendapatan yang dibelanjakan
Semakin tinggi bagian pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan produk tersebut, maka permintaan semakin elastis. Produk yang harganya mahal akan membebani konsumen ketika harganya naik, sehingga konsumen akan mengurangi permintaannya. Sebaliknya pada produk yang harganya murah.
3.      Produk mewah versus kebutuhan
Permintaan akan produk kebutuhan cenderung tidak elastis, dimana konsumen sangat membutuhkan produk tersebut dan mungkin sulit mencari substitusinya. Akibatnya, kenaikan harga cenderung tidak menurunkan permintaan. Sebaliknya, permintaan akan produk mewah cenderung elastis, dimana barang mewah bukanlah sebuah kebutuhan dan substitusinya lebih mudah dicari. Akibatnya, kenaikan harga akan menurunkan permintaan.
4.      Jangka waktu permintaan dianalisis
Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, semakin elastis permintaan akan suatu produk. Dalam jangka pendek, kenaikan harga yang terjadi di pasar mungkin belum disadari oleh konsumen, sehingga mereka tetap membeli produk yang biasa dikonsumsi. Dalam jangka panjang, konsumen telah menyadari kenaikan harga, sehingga mereka akan pindah ke produk substitusi yang tersedia. Selain itu, dalam jangka panjang kualitas dan desain produk juga berubah, sehingga lebih mudah menyebabkan konsumen pindah ke produk lain.


Referensi:
-          Rahardja, Pratama dan Mandala, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008.
-          Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
-          Pindyck, Robert. Mikroekonomi, edisi keenam Jilid 1. Jakarta: Indeks, 2007.