ANALISIS KONSEP BACKWARD BENDING SUPPLY
PADA SEKTOR TENAGA KERJA
Pasokan
tenaga kerja dapat dilihat melalui tiga skala yang berbeda, yaitu skala
individu, skala industri dan ekonomi. Model simulasi Kurva Backward Bending
Supply ini berfokus pada skala individu. Selain itu, Kurva Backward Bending
Supply dapat digunakan dengan empat asumsi, yaitu:
Pertama, pekerja memilih waktu
bekerja mereka sendiri. Terkait dengan asumsi bahwa para pekerja memilih waktu
bekerja mereka sendiri, para pekerja dengan leluasa dapat memilih jumlah jam
kerja mereka serta jumlah waktu luang mereka. Kedua, pekerja yang ada merupakan
homogen. Terkait dengan asumsi pekerja yang ada merupakan homogen. Ketiga,
tidak ada keterikatan kontrak, terkait dengan asumsi bahwa tidak ada
keterikatan kontrak, para pekerja dalam hal ini tidak memiliki keterikatan
kontrak dengan perusahaan.Keempat, para pekerja berusaha untuk meningkatkan utilitasnya.
Terkait tentang asumsi bahwa setiap individu tentu akan berusaha untuk
memaksimalkan utilitas mereka dalam jumlah tetap jam kerja (24 jam sehari, 365
hari setahun). Ini berarti, ada trade off
(biaya kesempatan) antara berapa jam seseorang bekerja dan jumlah jam yang
dihabiskan pada waktu luang. Hal ini juga diasumsikan bahwa bekerja merupakan
barang inferior. Kunci untuk memahami prinsip ini adalah tentang konsep
utilitas. Utilitas adalah tingkat kemampuan barang dan jasa dalam memenuhi
kebutuhan manusia. Apabila konsumen mengonsumsi barang dalam jumlah yang
semakin banyak maka kepuasan totalnya (TU) semakin meningkat namun tambahan
kepuasannya (MU) semakin menurun. Masing-masing unit tambahan output yang
dikonsumsi akan menambah kepuasan dengan jumlah yang semakin rendah.
Dengan asumsi selera (tastes) dan
preferensi tertentu maka dapat dilukiskan dalam kurva indeferen (IC). Kurva
indeferen menunjukkan berbagai kombinasi barang X dan Y yang memberikan
kepuasan total yang sama. Kurva IC yang terletak semakin jauh dari titik 0
menunujukkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi.
Slope kurva IC menunjukkan laju subtitusi
marjinal (Marginal Rate of Substitution,
MRS), yang menunjukkan berapa banyak seseorang bersedia mengurangi konsumsi
suatu barang untuk ditukar dengan barang lain supaya tingkat kepuasannya tetap
(masih berada dalam kurva indeferen yang sama).
Garis anggaran menunjukkan batas
jumlah barang-barang yang dapat dibeli konsumen dalam periode waktu tertentu
dan ditentukan oleh tingkat harga dan tingkat pendapatan yang dimiliki. Biasa
disebut kendala anggaran (budget
constraint).
Kenaikan pendapatan menyebabkan
garis anggaran bergeser ke kanan, sejajar dengan garis anggaran semula (karena
harga barang X dan Y tidak berubah). Penurunan pendapatan menyebabkan garis
anggaran bergeser ke kiri. Kenaikan pendapatan tidak membuat slope garis
anggaran berubah. Apabila harga salah satu barang berubah maka garis anggaran
akan berotasi, sedangkan slopenya berubah.
Misalnya, jika konsumen berada dalam
keseimbangan, maka utilitas mereka membeli barang-barang dengan pendapatan yang
mereka peroleh dalam satu jam terakhir akan sama dengan utilitas mereka ketika
memperoleh keuntungan dari waktu luang satu jam terakhir.
Jika upah riil meningkat dari W1 ke
W2 kemudian karena penghasilan yang lebih tinggi individu akan memiliki
utilitas yang lebih besar, maka mereka akan bersedia untuk meningkatkan jam
kerja per tahun untuk L2. Selam bagian ini kurva efek substitusi adalah
positif, efek pendapatan negatif, tetapi efek substitusi lebih besar daripada
efek pendapatan. Oleh karena itu, kenaikan tingkat upah riil akan menyebabkan
peningkatkan jumlah jam kerja.
Namun, jika upah riil meningkat dari
W2 ke W3, maka jumlah jam kerja per tahun akan jatuh dari L2 ke L3. Hal ini
karena efek pendapatan lebih besar dari efek substitusi. Proses yang terlibat
dalam keputusan untuk bekerja lebih atau kurang jam disebut pendapatan dan efek
substitusi.
Upah yang lebih tinggi berarti bahwa
individu dapat bekerja dengan waktu yang lebih sedikit untuk mempertahankan
pola-pola konsumsi yang sama antara barang dan jasa. Oleh karena itu, efek pendapatan
akan berarti bahwa seseorang individu akan bekerja dengan waktu yang lebih
sedikit. Namun, efek subtitusi adalah bahwa upah lebih tinggi akan berarti
utilitas yang diperoleh dari kerja jam terakhir lebih besar daripada utilitas
yang diperoleh dari satu jam waktu luang. Hal ini karena upah yang lebih tinggi
berarti seseorang dapat membeli lebih banyak barang. Akibatnya, individu akan
bekerja sebagai pengganti dari waktu luang sampai utilitas yang sama (yaitu
konsumen kembali dalam keseimbangan antara pekerjaan dan waktu senggang).
Isu yang menarik adalah bahwa
individu memiliki karakteristik utilitas yang berbeda. Maka tingkat trade off antara utilitas dari satu jam
bekerja dan utilitas dari satu jam bersantai akan berbeda. Ini menunjukkan
bahwa elastisitas substitusi antara waktu luang dan konsumsi akan bervariasi.
Kemungkinan bahwa keluarga berpenghasilan rendah akan cenderung kurang responsif
terhadap perubahan upah daripada kelompok berpenghasilan lebih tinggi karena
tingginya efek substitusi.
Sumber:
Tidak ada komentar :
Posting Komentar